Bintan, Agustus 2018.
Alfred Salman Samosir (47) yang sejak bulan Desember 1995 lalu bekerja di Bintan Lagoon Resort Lagoi, di PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) oleh management PT Bintan Lagoon Resort, sejak 01 Juni 2918, berdasarkan surat yang ditandatangani Muridan Simanulang, Acting Director of Human Resources dengan nomor 010//HR-BLR/Let-Out/VI//2018.
Sebelum dilakukan Pemutusan Hubungan Kerja ini, dari pihak manajemen telah mengirimkan surat peringatan terakhir dengan nomor surat 002/HR-BLR/Let-Out/II/2018 tertanggal 8 Februari 2018, dan surat Skorsing dengan nomor 003/HR/Let-Out/II/2018 tertanggal 9 Februari 2018, yang kedua surat tersebut ditandatangani oleh Syafrizal Umar ( biasa dipanggil Ujang ) selaku Human Resources Manager.
Terkesan tidak profesionalnya Human Resources Manager dan Acting Director of Human Resources PT. BINTAN LAGGOON RESORT ini, dimana dalam hal surat menyurat pun tidak memahami, sebut aktivis buruh Bintan Patar Sianipar, saat pertemuan antara Alfred dengan beberapa rekan media di Tanjungpinang, Selasa (14//08/2018).
Patar Sianipar meminta agar Disnaker Bintan dan Bidang pengawasan Disnaker Propinsi Kepri, untuk dapat bertindak tegas terhadap perusahaan atas perbuatan yang merugikan pekerja, yang mana dilakukan PHK tanpa memberikan pesangon dan juga untuk meninjau Peraturan Kerja Bersama yang dimaksud pada surat PHK tersebut.
“Pernah ada tawaran dari perusahaan kepada saya, saat dalam masa skorsing, disuruh bekerja kembali dengan catatan turun jabatan (demosi) dan gaji diturunkan,” sebut Alfred.
“Saya bersedia, dan menanyakan berapa gaji saya di turunkan serta dipindahkan ke departemen mana.
Hal itu tidak dijawab, malah surat PHK yang saya terima”, ungkapnya.
“Saya sudah dipermainkan oleh anak bangsa sendiri, atas anjuran orang luar, dan saat ini, jika diminta pun saya bekerja kembali, saya tidak bersedia”, ucap Alfred.
“Disini sudah jelas terjadi pelanggaran yang dilakukan pengusaha kepada saya pribadi, mempermainkan saya secara undang-undang”, sebut Alfred menambahkan.
“Saya hanya minta hak saya diberikan, yakni pesangon harus dibayarkan oleh perusahaan, sesuai UU Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 ketus Alfred kepada media ini.
Sementara ditempat berbeda, Korda SPSI Reformasi Bintan, Darsono mengatakan bahwa PHK dalam hal kasus seperti ini, bertentangan dengan UU Nomor 13 tahun 2003, dan PHK nya harus dibayar oleh pihak perusahaan, pungkasnya.