Jakarta, Binfo january 2018.
Anggota Komisi X DPR RI Esti Wijayati melihat, sarana dan prasarana pendidikan, tenaga pendidik, dan problem bidang pendidikan lainnya, menjadi permasalahan yang besar di Provinsi Papua dan Papua Barat. Namun ironisnya, kedua provinsi paling timur Indonesia itu termasuk yang terendah alokasi anggaran pendidikannya.
Esti pun mempertanyakan, sejauhmana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bisa melakukan intervensi yang tidak hanya berupa pemberian dana transfer daerah, tetapi intervensi terhadap kebijakan Pemerintah Provinsi didalam peningkatan alokasi anggarannya, dengan memberikan data dan fakta kondisi Papua dan Papua Barat yang sesungguhnya.
“Tentang pencapaian pemenuhan standar sarpras yang sudah dialokasikan di 2018, melihat kebutuhan dan kemampuan APBN yang ada, sepertinya sulit untuk bisa dilakukan, jika tidak ada pemenuhan anggaran dari Kabupaten/Kota dan Provinsi secara sekaligus,” ujar Esti di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (30/1/2018).
Politisi F-PDI Perjuangan itu juga mempertanyakan sistem pengawasan atau kontrol yang dilakukan terhadap dana transfer daerah yang sudah diberikan. Bagaimana bisa diketahui persentase dan realisasi capaian target rehabilitasi ruang kelas, baik ditingkat SD, SMP, SMA maupun SMK.
“Apakah hal itu bisa terdeteksi oleh kita. Apabila tidak, berarti perlu ada evaluasi. Ketika kita berikan anggaran yang besar tetapi kita tidak mampu melihat hasil secara keseluruhan dari anggaran yang kita berikan itu, maka tidak akan maksimal hasilnya,” tuturnya.
Esti menegaskan, Kemendikbud harus mempunyai kontrol untuk bisa mengetahui dan menyampaikan secara lengkap data yang dibutuhkan oleh Komisi X.
Terkait persoalan Uji Kompetensi Guru (UKG), Esti mengatakan UKG tersebut awalnya ditujukan untuk pemetaan kompetensi guru-guru yang ada. Pemetaan itu dilakukan dengan pembelajaran dengan sistem modul kepada masing-masing guru sesuai dengan UKG.
“Kami ingin melihat hasil dari UKG yang telah dilakukan. Sudah sejauh mana peningkatan dari kompetensi guru tersebut, setelah dilakukan proses pembelajaran dengan sistem modul sesuai dengan bidang yang harus diperbaiki atau ditingkatkan dari masing-masing guru berdasarkan hasil UKG,” ungkap Esti.
Sisi lain, politisi asal dapil DI Yogyakarta itu berharap masalah Standar Nasional Pendidikan tidak hanya terlihat pada sekolah-sekolah yang berada di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, tetapi juga yang ada di bawah Kementerian Agama. Komisi X ingin ada suatu kepastian yang jelas, terkait penilaian Standar Nasional Pendidikan. (dep/sf)