JAKARTA, KOMPAS.com – Narapidana di 39 lembaga pemasyarakatan di Indonesia disinyalir mengendalikan bisnis narkoba dari balik penjara.
Praktik ini telah berlangsung selama bertahun-tahun. Kondisi tersebut memperlihatkan betapa rapuhnya keamanan lembaga pemasyarakatan di Indonesia.
Dikutip dari harian Kompas, Kepala Badan Narkotika Nasional Komisaris Jenderal Budi Waseso mengatakan, pihaknya menemukan 72 jaringan narkoba internasional yg bergerak di Indonesia dan memanfaatkan para napi di 22 LP.
“Kami bisa membuktikan keterlibatan 22 LP itu dengan bukti akurat,” kata Budi Waseso, Kamis (2/2/2017).
(Baca: Tujuh Tahanan Narkoba yg Kabur Bermodalkan Rp 800.000)
Terakhir, BNN mengungkap perkara empat narapidana LP Tanjung Gusta, Medan yg mengendalikan penyelundupan 10 kilogram sabu dari Malaysia.
Empat napi itu mendapat bantuan dari 11 orang lainnya buat mengedarkan sabu. Salah sesuatu kaki tangan para napi itu, Benny, tewas ditembak karena melawan ketika ditangkap.
Belakangan, data memamerkan LP yg terindikasi jadi tempat transaksi narkoba bertambah menjadi 39.
Deputi Pemberantasan Narkoba BNN, Inspektur Jenderal Arman Depari mengungkapkan, hampir semua LP di Indonesia terindikasi sebagai tempat transaksi narkoba.
“Praktik bisnis gelap narkoba dari balik penjara banyak terjadi di LP di kota-kota besar, merupakan LP Cipinang dan LP Wanita Pondok Bambu di Jakarta, LP Kerobokan di Bali, LP Medaeng di Surabaya, dan LP Pemuda Tangerang,” kata Arman.
Dia menambahkan, BNN dan Polri tidak milik kewenangan mandiri membersihkan praktik ini di LP.
Tiga negara tujuan
Budi Waseso mengungkapkan, indikasi LP sebagai tempat transaksi narkoba terungkap juga dari percakapan di telepon seluler dari LP ke sejumlah bandar di luar negeri.
Ada tiga negara yg paling kadang menjadi tujuan penting dalam komunikasi dari LP-LP, merupakan Malaysia, Singapura, dan Tiongkok.
“Alat pendeteksi kita dapat menangkap seluruh percakapan di telepon seluler di dalam LP, termasuk negara-negara yg masuk dalam jaringan komunikasi itu. Kami mampu tahu sampai titik koordinat lokasi percakapan,” ujar Waseso.
Empat napi di LP Tanjung Gusta yg mengendalikan penyelundupan 10 kg sabu yang berasal Malaysia itu bisa leluasa memesan sabu di Malaysia lewat jaringan telepon seluler.
(Baca: Kepala BNN Sebut Sindikat Tangerang Libatkan Narapidana)
Ayong (51), napi yg telah divonis hukuman mati, yg memesan sabu ke Malaysia. Ayong dibantu tiga napi yang lain bagi mendapatkan kurir sebagai kaki tangan mereka di luar penjara, yakni HAR (41), AT (33), dan AV (43).
Dengan bantuan tiga napi itu, Ayong yg terlibat penyelundupan 270 kg sabu pada 2015 tersebut mampu memperoleh tujuh kurir, yakni Benny yg tewas ditembak tim BNN, JAM (39), AL (33), YAN (42), SY (22), DAV (36), dan PREM (37). Para kurir itu ditangkap di Medan pada 12 Januari lalu
Besarnya kekuatan jaringan narkoba internasional menggempur Indonesia, menurut Waseso, harus ditangkal dengan kekuatan di seluruh lini di dalam negeri.
“Dalam waktu dekat, kalian mulai bekerja sama dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia bagi mengatasi transaksi narkoba dari LP,” ucap Budi Waseso.
Sumber: http://nasional.kompas.com